Bubur suruh ini tentu saja bukan bubur biasa. Cita rasa yang membedakan: sedikit pedas bercampur gurih. Ala masakan Arab atau India seperti kari. Bubur suruh ini sepintas mirip bubur jagung. Berwarna kuning kecokelatan. Bahan pembuatnya, tepung beras, santan kelapa, bumbu gurih, kayu manis, balungan (tulang sapi dengan sedikit daging), dan lemak.
Bubur ini dibuat dan dibagikan gratis di kompleks makam Sunan Bonang, di Kelurahan Kutorejo, Kecamatan Kota, Tuban, Jawa Timur. Yang memasak adalah dua orang wanita dengan dibantu seorang pria. Proses memasaknya memakan waktu sekitar dua jam. Lumayan lama dibanding saat pembagian yang hanya perlu waktu kurang dari 20 menit untuk menghabiskan tanpa sisa.
Tak jelas entah sejak kapan tradisi bubur suruh ini mulai diadakan di Makam Sunan Bonang. Yang jelas, tradisi itu sudah ada sejak lama. Meniru tradisi konsumsi bubur berasa gurih, yang biasa dilakukan di negara-negara Jazirah Arab. Di sana bubur semacam ini disebut dengan bubur harizah.
Tradisi temurun ini dilakukan masyarakat Tuban setiap tahun, sejak awal hingga berakhirnya Ramadan. Mereka tidak hanya memasak untuk kalangan sendiri, tapi juga membagikannya pada siapa saja yang datang, termasuk wisatawan. Nama bubur suruh itu pun diambil dari waktu pembagian bubur menjelang senja. Dalam bahasa Jawa disebut dengan surup, yang kemudian menjadikan bubur ini disebut dengan bubur surup.
Frase bubur surup, seiring dengan berjalannya waktu kemudian berganti karena warga lebih mudah menyebutnya dengan nama bubur suruh.